Mereka menyebutnya sebagai sebuah kebetulan.
Kebetulan bahwa kita bertemu saat kering kemarau sudah
diganti oleh lembabnya angin barat. Kebetulan bahwa kita memakai warna baju
yang serupa. Kebetulan bahwa hati kita sedang sama-sama terpecah belah dengan menyedihkannya.
Mereka juga menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki satu
tujuan yang sama setelah bertemu, sebagai kebetulan juga.
“Aku kebetulan juga mau pergi ke sana.”
Mereka menyebutkan segala definisi dari takdir yang belum
mereka sadari pasti terjadi, sebagai sebuah kebetulan.
Kebetulan. Kebetulan.
Mereka masih menuhankan sebuah keegoisan pola pikir dan
mengacuhkan kebalikan dari sebuah kebetulan. Mereka masih melafalkan sebuah
kebetulan untuk menutupi pertemuan dibalik pengharapan yang ditutup-tutupi.
Kebetulan bahwa ada sebuah pertemuan menjadi ada. Kebetulan bahwa seseorang
menyebutkan “aku menyukaimu”, dan seseorang lain mungkin membalasnya dengan
“aku juga”.
Tidakkah kau berfikir sedikitpun bahwa kebetulan itu hanya
fiksi? Ilusi yang kita ciptakan karena pikiran kita belum mampu untuk memilih
kebenaran bahwa semua itu tidak pantas disebut dengan sebuah kebetulan,
melainkan takdir. Tidak ada hal yang benar-benar kebetulan. Semua itu hanyalah
takdir yang terdistraksi di dalam pikiran. Semua sudah berada benar di
jalannya. Semua sudah berada tepat di poros dan alur cerita. Takdir bahwa kita
harus bertemu di bawah langit yang telah berubah pekat. Bahwa kita akan menjadi
rusak, berantakan, hancur, saat plot cerita mempertemukan kita. Bahwa kita akan
saling menemukan orang lain yang berada dalam titik paling tinggi di posisi
pengharapan.
Kebetulan itu tidak ada. Bahkan saat kau atau aku mengucap
“ah, mungkin itu hanya kebetulan.” Semua memang karena sudah waktu dan
jalannya. Kebetulan tidak pernah menjadi sebuah kebetulan. Kebetulan hanyalah
takdir yang muncul sebagai sebuah hasil pemikiran alam bawah sadar yang paling
kau kehendaki untuk terjadi. Kebetulan hanyalah takdir yang terkikis maknanya
karena kau secara tidak sadar menolak eksistensi dari sebuah takdir.
Ketidaksengajaan itu hanyalah kenyataan yang ingin kau hadiahkan untuk dirimu
sendiri.
Jadi, sampai kapan kau akan membohongi pikiranmu sendiri
akan pertemuan aku-kau atau kau-dia-mereka sebagai sebuah peralihan dari
ketidaknyataan ilusimu yang kerap kali kau kecap sebagai kebetulan?
THIS!
BalasHapusKebetulan salah satu cara kita menyangkal takdir, sebuah hasil dari rasa takut akan pengharapan mungkin.
BalasHapus