Senin, 14 Juli 2014

Surat Untuk Endru

Selamat sore,
Aku lupa kapan kali pertama menjumpai nama fiksimu didalam buku bersampul hitam dengan banyak hiasan itu. Saat itu siang, dan angin sedang sungkan mampir untuk sekedar memberikan sejuk walau hanya sedikit. Aku lupa berapa lama sudah kopi hitam hangat yang menghangatkan buku-buku jariku itu mulai dingin saat aku terpaku dalam nama yang penulismu ciptakan. Kau fiksi, tidak nyata. Membaca suratku pun, aku yakin kau tak bisa. Tapi entah, aku hanya ingin menulis beberapa untuk menyapamu.
Fiksi. Kau terlalu fiksi. Dan aku terlalu nyata. Jika perasaan harus dipaksakan oleh keadaan dimana kita tidak bisa saling menatap, setidaknya kau bisa menjelaskan kepadaku mengapa rasa ini juga terlalu membuntukan logikaku? Aku terlalu tenggelam di semesta bola matamu—yang sebenarnya tidak pernah aku lihat. Tidak akan pernah aku lihat. Aku terlalu terperosok pada kekhilafan-kekhilafan yang kau ciptakan untuk membuat wanita-wanitamu tertunduk mengalah dihadapanmu.
Endru,
Bisakah kau jelaskan mengapa seseorang bisa jatuh kepada seseorang yang fana? Aku rasa aku butuh jawabannya, karena aku harus kembali ke dunia—yang tidak ada kau didalamnya. Bisakah setidaknya aku bertemu dan membaca setiap gerak tubuh dan memasuki setiap isi pikiranmu selain dalam buku itu? Sebut aku gila karena jatuh hati pada sosokmu, Endru. Aku tidak akan peduli.
Selamat sore, Endru.
Semoga aku bisa membacamu lain kali, dan bernostalgia di sudut tertinggi debar hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar