Selamat sore,
Aku lupa kapan kali pertama menjumpai nama fiksimu didalam buku
bersampul hitam dengan banyak hiasan itu. Saat itu siang, dan angin sedang
sungkan mampir untuk sekedar memberikan sejuk walau hanya sedikit. Aku lupa
berapa lama sudah kopi hitam hangat yang menghangatkan buku-buku jariku itu
mulai dingin saat aku terpaku dalam nama yang penulismu ciptakan. Kau fiksi,
tidak nyata. Membaca suratku pun, aku yakin kau tak bisa. Tapi entah, aku hanya
ingin menulis beberapa untuk menyapamu.
Fiksi. Kau terlalu fiksi. Dan aku terlalu nyata. Jika perasaan harus
dipaksakan oleh keadaan dimana kita tidak bisa saling menatap, setidaknya kau
bisa menjelaskan kepadaku mengapa rasa ini juga terlalu membuntukan logikaku? Aku
terlalu tenggelam di semesta bola matamu—yang sebenarnya tidak pernah aku
lihat. Tidak akan pernah aku lihat. Aku terlalu terperosok pada
kekhilafan-kekhilafan yang kau ciptakan untuk membuat wanita-wanitamu tertunduk
mengalah dihadapanmu.
Endru,
Bisakah kau jelaskan mengapa seseorang bisa jatuh kepada seseorang
yang fana? Aku rasa aku butuh jawabannya, karena aku harus kembali ke dunia—yang
tidak ada kau didalamnya. Bisakah setidaknya aku bertemu dan membaca setiap
gerak tubuh dan memasuki setiap isi pikiranmu selain dalam buku itu? Sebut aku
gila karena jatuh hati pada sosokmu, Endru. Aku tidak akan peduli.
Selamat sore, Endru.
Semoga aku bisa membacamu lain kali, dan bernostalgia di sudut
tertinggi debar hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar