Waktu.
Tidakkah ia terdengar begitu familiar di telingamu? Abstrak. Aku bahkan sempat
mempertanyakan eksistensinya. Seperti, seberapa berharganya waktu sampai-sampai
beberapa makhluk homo sapiens, yang biasa kau sebut sebagai manusia, rela
melakukan apapun untuk memilikinya? Seberapa tidak berharganya ia sampai-sampai
beberapa lainnya menempatkan ia di tepi penopang nafas lantas mengacuhkannya?
Ironis.
Waktu.
Tidakkah ia terdengar begitu kejam di telingamu? Barbar. Aku bahkan
mempertanyakan kekekalannya. Seperti, mengapa waktu kerap kali menyambutmu
dalam segala kehangatan selamat datang lalu seketika diganti dengan tatapan
sebuah penghabisan yang kian menggelitik? Mengapa waktu membiarkanmu menikmati
pucuk keriaannya, sedang di kemudian masa ia menguning? Mati.
Waktu.
Tidakkah ia terdengar begitu lancang di telingamu? Brengsek. Aku bahkan
mempertanyakan kesepadanannya. Seperti, mengapa membiarkan diri direngkuh peluh
selama dua ribu jam demi beberapa jam meresap secangkir tawa? Seberapa banyak
apresiasi bisa kau terima dalam kotak yang tak ada isinya? Menggelikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar